Film ini tidak bercerita tentang itu. Latarnya adalah penumpasan pemberontakan Taiping di Cina di saat pemerintahan dinasti Qing, Manchu. Sayangnya sutradara film ini tidak memberi latar yang cukup tentang pemberontakan Taiping sehingga orang bisa lebih masuk ke dalam cerita. Bagi mereka yang tinggal di negara berbahasa Cina, mungkin sejarah pemberontakan ini sudah cukup dikenal, karena ia adalah pemberontakan terbesar yang pernah terjadi di daratan Cina. Tapi bagi orang yang tidak berbahasa Cina, pemberontakan Taiping sama asingnya bagi kita seperti orang Cina yang asing dengan pemberontakan PKI. Beberapa adegan bisa cukup membingungkan misalnya ketika ada salib yang dipakai untuk jimat, dan cerita tentang mukjizat Yesus yang menggandakan roti dan ikan. Maka saya sarankan bagi yang mau lebih mau menikmati, google dulu deh apa itu Taiping, daripada bingung…
Secara sinematografis film ini cukup menghibur, meskipun cukup berdarah. Sayangnya penerjemahannya jauh dari sempurna. Banyak adegan yang “lost in translation”, dan karena ini adalah film sejarah, dialog2nya cukup penting. Yang saya acungi jempol di sini adalah aktingnya Takeshi Kaneshiro, selaku narator film ini. Film ini memang dibuat dari sudut pandangnya, sebagai seorang mantan bandit yang menjadi tentara supaya tidak kelaparan, lalu terbelenggu dalam intrik militer dan saudara. Ia memerankannya dengan cukup baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar